[Ahmad Hambali Site]

Begitu mereka ada, dunia menjadi tidak sederhana. Setiap kenikmatan menjadi hambar tanpa keikutsertaan mereka. Bagiku, kenikmatan dunia hanya ada, jika mereka juga menikmatinya. Inilah dunia kami, Dunia, dimana tangis, tawa dan bahagia berjalan beriringan

Zionicide dan Syahwat Perang January 8, 2009

Filed under: Catatan — ahmadineia @ 9:29 am
Tags: , , , ,

Urusan pertumpahan darah bukanlah masalah yang muncul belakangan. Ia berumur sama dengan usia keberadaan manusia dibumi. Sejarah klasik mungkin mencatat tragedi Qabil yang membunuh Habil sebagai peristiwa pertumpahan darah pertama kali. Sejak saat itu, bisa disebut bahwa potensi negatif manusia atau kelompok mampu melakukan apa saja termasuk merebut kuasa tuhan dalam menumpahkan darah dan nyawa.
Di zaman sesudahnya, perang ternyata menjadi bagian dari sejarah peradaban manusia. Hal tersebut muncul antara lain karena manusia sedang mencari dan membentuk peradabannya sendiri, dengan demikian, perang memang pernah menjadi bagian dari peradaban manusia. Karena perang dan kekerasan pada waktu itu memang menjadi salah satu bahasa yang memaksa manusia atas manusia lain guna mewujudkan keinginannya.
Seiring dengan berkembangnya pola pikir manusia, perang ternyata tidak juga ditinggalkan, bagi para pencinta perang, rangkaian tindakan kekerasan masal tersebut dapat diolah menjadi sebuah strategi dan taktik. Semua bertujuan pada bagaimana menggunakan perang sebagai alat untuk mewujudkan keinginan. Namun demikian, perang tidak melulu berisi kekerasan, banyak anggapan dan literatur yang menyebut bahwa untuk mewujudkan sebuah keinginan, cara militeristik dalam perang sesungguhnya akan semakin memunculkan cibiran parameter primitif tidaknya sebuah entitas. Walaupun begitu, war lover sering selalu tidak peduli.
Hampir semua orang sepakat bahwa perang dan kekerasan memiliki wajah yang paling buruk ketika pengabsahan segala cara menjadi ujung tombaknya. Sikap tersebut kemudian terus dilangsungkan oleh negeri seperti Amerika, dan Inggris yang selalu menularkan karater destruktifnya keseluruh dunia lewat kolonialisme dan imperialisme hingga abad millennium menyongsong.
Bayangkan pada perang dunia kedua saja, Amerika dan Inggris mampu mengerahkan seluruh sumber daya nasionalnya untuk mengobarkan perang di Afrika, Eropa, Asia dan Pasifik. Demi tujuan-tujuan perang, Amerika tidak saja merekrut negeri pandir seperti Australia dan Belanda yang setuju dengan perang, untuk membentuk sebuah blok setan (axis of evil) dengan musuh-musuh mereka di Eropa dan Asia.
Jelas, perang memunculkan biaya yang tidak sedikit, menguras GNP Amerika dan pajak pemasukan yang ditangguk dari rakyatnya. Oleh karena itu, menjelang berakhirnya perang dunia dengan pura-pura merumuskan dan menandatangani Atlantic Charter di Teluk Placentia, Newfoundland 9-12 Agustus 1941, Amerika dan Inggris mulai memikirkan bagaimana membagi rata hasil rampokan sementara mereka belum melakukan aksi perampokan tersebut.
Dengan gagasan tersebut, Inggris membentuk sebuah sistem persemakmuran bagi koloninya yang paling tidak bisa menjamin kelangsungan dominasi ekonomi politik Britania Raya dinegeri bekas jajahannya. Sedangkan Amerika melapangkan sebuah rencana rekolonialisasi baru baik langsung maupun tidak langsung termasuk dengan melakukan imperialisme, liberalisme dan intervensi melalui saluran politik, ekonomi maupun militer.
Hanya negeri seperti Amerika yang mampu mengkudeta hampir separuh negeri-negeri merdeka tanpa diberi sanksi apapun oleh dunia. Jatuhnya Musaddeq di Iran 1953, Jacobo Arbenz di Guatemala 1954, pembunuhan mantan sekutunya Ngo Diem Dihn di Vietnam hingga rencana pembunuhan Fidel Castro, Sukarno dan Chou En Lai yang gagal. Bahkan politik Amerika dalam sebuah penyelidikan komisi intelijen senat tahun 1975 dibawah Senator Frank Church mengabsahkan tindakan pembunuhan terhadap presiden Patrice Emery Lumumba (Kongo), Rafael trujillo (Rep. Dominika), Rene Scheneider (Chile).
Kultur perang dan kekerasan yang sudah dibentuk hampir satu abad tersebut tidak mungkin terhindar dari catatan sejarah dunia. Tidak itu saja, negeri-negeri bentukan Amerika paska kudeta yang didukung oleh Washington juga mewariskan tradisi kekerasan yang sama buruknya dengan syahwat perang pemimpin Amerika sejak Truman, Lindon B Johson, Nixon Hingga ayah dan anak Bush.
Pol pot yang didukung Amerika menjadi jagal jutaan nyawa rakyat dinegerinya. Orde Baru yang didukung penuh Amerika mengawali dan mengakhiri kekuasaanya dengan jutaan nyawa rakyat tak berdosa, Pinochet, wakil Angkatan bersenjata Chile yang dijadikan Amerika sebagai presiden paska kudeta terhadap Allende bahkan harus dikejar dan diseret untuk mempertanggungjawabkan sedikitnya 35000 nyawa yang dihilangkan.
Segala cara ditempuh Amerika untuk menyalurkan hasrat syahwat perangnya. Dulu jargon free world dan demokrasi membantai jutaan kelompok kiri diseluruh dunia termasuk sedikitnya satu juta orang di Indonesia, kini demokrasi dan anti terorisme tidak hanya menjadikan Islam sebagai musuh namun juga menjebak berbagai negara dalam kekerasan yang tiada berujung seperti yang sedang berlangsung di Irak, Afganistan, Pakistan, Srilangka, India dan lain sebagainya.
Selain kepentingan, perang dan tindakan biadab juga berakar dari cara pandang dan ideologi. Tidak hanya Amerika dengan cara pandang free worldnya, dulu, Hitler juga melakukan kekerasan karena tidak suka dengan bangsa Yahudi. Yahudi dizaman klasik suka melakukan kekerasan dengan membunuh para nabi. Kini sejak 1948, bangsa terbuang tersebut menjajah Palestina, mengklaim setiap jengkal tanah dan air bangsa palestina.
Tidak diragukan lagi,bahwa perpaduan karakter dan cara terorisme negara (State terrorism) yang dilakukan Amerika kini telah diadopsi dengan lengkap oleh Israel. Amerika ketika menjatuhkan bom atom dan cluster, napalm diperang vietnam yang tidak pernah menang itu juga tidak pernah peduli dengan anak-anak, wanita, kelompok non kombatan dan tempat-tempat publik. Begitu juga ketika Bom ‘Fatman’ meluluhlantakan kota Hiroshima yang menyebabkan sedikitnya 400.000 orang tewas dan jutaan lainnya terinfeksi uranium, tidak ada sedikitpun tindakan untuk merehebalitasi baik fisik maupun psikis dari pemerintah yang selalu mengatasnamakan demokrasi sebagai pelampiasan syahwat perangnya.
Dengan fakta historis ini, wajar saja orang selalu melihat kekejaman Israel sambil menunjuk keterlibatan Amerika dan virus perangnya. Keberanian Israel untuk biadab tidak lepas dari dukungan penuh Amerika, mirip seperti dukungan Amerika kepada Belanda ketika membom kota-kota Indonesia ditahun 1948-1949 dengan menggunakan pesawat dan amunisi bertanda US.
Dulu Indonesia punya Sukarno yang selalu menjadi pengganggu ambisi Amerika. Gara-gara Sukarno penguasaan Amerika atas Asia, Eropa dan Pasifik terputus persis diperbatasan Filipina dan selat Timor Australia. Setelah kudeta dan boneka pesanannya menjadi presiden, Indonesia bukan hanya seperti yang Kennedy katakan menjadi Hadiah terindah Asia Tenggara bagi Amerika, tapi juga terjajah dan tereksploitasi sumber dan cadangan hasil buminya.
Kini, sedikit keberanian Indonesia era Sukarno muncul di Venezuela. Dengan sekutu Bolivia dan Brazil, negara-negara tersebut diharapkan mampu menjadi penekan bagi syahwat perang Amerika dan sekutunya. Lunatic Amerika dan Israel harus diakhiri, Zionicide (Zionis Genocide) yang jelas didukung Amerika yang selalu terangsang dengan segala bentuk perang hanya cocok untuk kaum the beast. Bagi Amerika, Israel dan sekutunya, perang kini bukan hanya wujud penegasan atas dominasi tapi juga merupakan bisnis baru yang menjanjikan yang menghasilkan berbagai efek domino keuntungan bagi keberlangsungan kepentingan ekonomi politik mereka tanpa harus memiliki cadangan minyak, gas dan sumber energi yang tak pernah habis.

Free Palestine, Bring US and Israel to International Court